Senin, 08 November 2010

KESEHATAN MASYARAKAT DI DAERAH TERPENCIL

A. DANA KESEHATAN YANG DIALOKASIKAN UNTUK DAERAH TERPENCIL


Dana yang dialokasikan untuk pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan, meningkat tajam. Pelayanan kesehatan di daerah terpencil memang membutuhkan dana yang tidak sedikit karena sebagai warga negara mereka juga berhak mendapat pelayanan kesehatan.

Demikian salah satu persoalan bidang kesehatan yang mengemuka dalam sosialisasi program Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan yang diselenggarakan di Depok, Jawa Barat, Rabu (27/12).

Pada tahun 2007, pemerintah menyediakan Rp 30 miliar untuk pelayanan kesehatan di daerah-dae- rah tersebut. Meski sudah meningkat lebih dari 100 persen dalam 3 tahun terakhir, dana itu masih kurang dibandingkan kebutuhan sebenarnya.

Menurut Direktur Jenderal Binkesmas Sri Astuti Suparmanto, persoalan kesehatan di daerah terpencil memang cukup kompleks, sehingga membutuhkan terobosan. Dalam hal ini, jelasnya, pemerintah tetap pada komitmen untuk mem-berikan mereka pelayanan kesehatan.

"Jangan sampai kita kehilangan persatuan karena persoalan kesehatan yang tidak merata," katanya.

Berdasarkan data dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, terdapat 199 kabupaten yang harus mendapat perhatian karena lokasinya yang terpencil dengan jangkauan wilayah yang luas.

Pada kesempatan itu, Sri Astuti juga menyatakan salah satu kendala penyediaan pelayanan kesehatan di bidang pendanaan adalah belum optimalnya dukungan lintas sektor dari pemerintah pusat dan daerah. Di daerah, jelas Sri, dukungan dana dari pemda masih kurang karena komitmen politik yang rendah di bidang kesehatan.

Mulai tahun depan, akan ada evaluasi terhadap pelayanan di bidang kesehatan dengan membuat parameter yang harus dicapai setiap daerah. Parameter itu di antaranya, penurunan angka kematian ibu (AKI) yang harus dicapai masing-masing daerah.

"Kinerja pemerintah daerah di bidang kesehatan akan dievaluasi. Depkes sendiri merencanakan setiap tiga bulan akan dilakukan evaluasi yang dilaksanakan mulai 2007. Penetapan mengenai apa saja yang dievaluasi ditentukan dari Departemen Dalam Negeri," katanya.

Inovasi

Sementara itu, Direktur Bina Kesehatan Komunitas Edi Suranto, menyatakan pada prinsipnya berbagai program dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sama dengan daerah lain. Perbedaannya ada pada pengembangan inovasi, sesuai dengan keadaan dan masalah yang berhubungan dengan kondisi geografis, lingkungan dan masyarakat.

"Kelihatannya saja dana meningkat tajam, padahal sebenarnya masih jauh dari kebutuhan. Pengembangan program inovatif yang kita lakukan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kami menghitung, sekali dokter jalan bisa membutuhkan dana mencapai Rp 2-5 juta," katanya.

Pengembangan program inovatif yang dapat dilakukan, di antaranya dokter terbang, dokter jalan kaki, doter naik kuda, dokter terapung, dan lain-lain. Selain itu, ada pengembangan gugus tugas tim medis keliling, pengembangan puskesmas dengan perawatan, dan pengembangan pelayanan kesehatan gugus tugas pulau.

Menurutnya, sejumlah persoalan masih dihadapi bidang pelayanan kesehatan, di antaranya jumlah fasilitas kesehatan yang terbatas, serta jangkauan, kualitas dan jenis tenaga kesehatan yang terbatas. 


B.TENAGA KESEHATAN YANG SIAP BERTUGAS DI DAERAH TERPENCIL

   
Dua ribu tiga puluh satu (2031) tenaga kesehatan terdiri dari dokter, dokter gigi dan bidan baru PTT siap bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan daerah terpencil dan sangat terpencil di seluruh Indonesia. Mereka adalah 514 dokter umum yang akan ditempatkan daerah kriteria terpencil 184 orang, dengan kriteria sangat terpencil 330 orang, dan 143 dokter gigi yang akan ditempatkan di daerah terpencil 35 orang dan kriteria sangat terpencil 108 orang. Selain itu juga ditempatkan 1.374 bidan dengan kriteria daerah biasa 549 orang dan terpencil 825 orang. Dokter dan dokter gigi tersebut diangkat melalui mekanisme pendaftaran online, untuk selanjutnya dilakukan validasi data dan skoring dalam rangka penetapan penempatannya. Penempatan dokter/dokter gigi/bidan PTT diprioritaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan kriteria Terpencil dan Sangat Terpencil untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis dalam memberikan pelayanan kesehatan yang profesional sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di daerah tersebut.
Sampai saat ini tenaga dokter/dokter gigi/bidan PTT yang berada di daerah terpencil dan sangat terpencil yaitu dokter umum : 3.451 orang, dokter gigi : 1.028 orang, dan bidan : 29.181 orang.
Pelepasan secara nasional dilakukan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada tanggal 31 Agustus 2010 di Jakarta diwakili oleh dokter dan dokter gigi lulusan Provinsi DKI Jakarta, untuk lulusan 12 provinsi lainnya dilepas oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atas nama Gubernur setempat.
Sebelum keberangkatan para dr/drg PTT lulusan dari Provinsi DKI diberikan pembekalan mengenai hak dan kewajiban oleh Biro Kepegawaian, tata cara pembayaran gaji dan insentif oleh Biro Umum, program Puskesmas oleh Direktorat Bina Komunitas, dan asuransi kesehatan oleh PT. Askes. Sedangkan pembekalan di daerah diberikan oleh Dinas Kesehatan setempat.
Menkes dalam sambutannya menyatakan bahwa Kemenkes sangat fokus untuk memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna terutama pada daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) mengingat daerah tersebut dengan segala keterbatasannya pada umumnya terdiri dari masyarakat miskin yang rentan terhadap berbagai macam penyakit yang disebabkan antara lain oleh status gizi yang kurang, pengetahuan tentang kesehatan yang rendah, perilaku kesehatan yang kurang baik, dan lingkungan pemukiman yang kurang mendukung.
Menkes mengharapkan agar para dr/drg PTT meskipun dalam jangka waktu penugasan yang relatif pendek yaitu 1 tahun dan 6 bulan untuk provinsi/kabupaten tertentu, hendaknya dapat melaksanakan pengabdiannya dengan baik. Selama masa penugasan di daerah pembinaan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pada kesempatan tersebut Menkes juga menyerahkan Surat Keputusan (SK) Kenaikan Pangkat periode Oktober 2010 kepada 4.231 orang pegawai yang tersebar di Unit Utama dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Kenaikan pangkat ini merupakan reward system yang sangat diperhatikan oleh Menkes dan diupayakan tepat pada waktunya sehingga kenaikan gaji dapat diterima sesuai dengan berlakunya SK Kenaikan Pangkat. Pada periode April yang lalu dapat diselesaikan tepat 1 April 2010 sebanyak 5.932 orang (98,7%). Pada periode Oktober 2010 penyelesaian SK Kenaikan Pangkat dipercepat 1 bulan sebelum TMTnya, menjadi 31 Agustus 2010 kepada 4.231 orang (97,7%) pegawai di lingkungan Kemenkes. Diharapkan tidak ada lagi keluhan terhadap proses kenaikan pangkat atau proses administrasi kepegawaian lainnya di Kemenkes sehingga para pegawai dapat lebih berprestasi karena memiliki kepastian tentang hak dan kewajiban, serta reward dan punishment yang diberlakukan Kemenkes.
Menkes menambahkan, pembangunan kesehatan dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014, terdapat beberapa upaya pembangunan kesehatan prioritas Kementerian Kesehatan dengan tema “Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Kesehatan” dengan 8 fokus prioritas yaitu pertama, peningkatan kesehatan Ibu, Bayi, dan Balita. Kedua, perbaikan status gizi masyarakat. Ketiga, pengendalian penyakit menular, tidak menular dan penyehatan lingkungan. Keempat, pemenuhan, pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan. Kelima, pengembangan sistem jamkesmas. Keenam, peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obat dan makanan. Ketujuh, pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Dan kedelapan peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Program prioritas tersebut menuntut peran dokter/dokter gigi PTT sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Tanpa adanya peran tersebut, keberhasilan program prioritas pemerintah akan sulit diperoleh sehingga visi Kementerian Kesehatanpun akan sulit tercapai.
Dalam kurun 4 tahun berjalan, sejak pemberlakuan kebijakan penugasan dr/drg PTT ke daerah terpencil dan sangat terpencil (ST) serta kebijakan pemberian insentif, pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan di daerah ST naik secara signifikan sehingga banyak masyarakat di daerah terpencil dan sangat terpencil sudah memperoleh pelayanan kesehatan yang mereka dambakan.
Menkes berharap agar dokter/dokter gigi PTT tersebut cepat beradaptasi dengan sistem yang ada di daerah penugasan termasuk sociocultural, karena adalah bagian dari Dinkes Kab/kota setempat, oleh karena itu binalah komunikasi pada jajaran kesehatan di semua tingkatan.